𝗠𝗲𝗻𝗮𝘁𝗮 𝗛𝗮𝘁𝗶, 𝗠𝗲𝗻𝗷𝗲𝗺𝗽𝘂𝘁 𝗛𝗶𝗱𝗮𝘆𝗮𝗵

𝗠𝗲𝗻𝗮𝘁𝗮 𝗛𝗮𝘁𝗶, 𝗠𝗲𝗻𝗷𝗲𝗺𝗽𝘂𝘁 𝗛𝗶𝗱𝗮𝘆𝗮𝗵
  Akurat Mengabarkan
Penulis
|
Editor
Bagikan:

By Dr. Khairuddin MA

Tapaktuan, KBBAceh.news – Ada kalanya seseorang terjebak dalam gelapnya masa lalu. Dosa demi dosa seakan menjadi bagian dari hidupnya. Maksiat yang dilakukan bukan sekali dua kali, tapi berkali-kali. Entah karena bujukan teman, godaan lingkungan, atau kelemahan hati sendiri, langkahnya sering terseret ke arah yang salah. Namun yang luar biasa, setiap kali selesai melakukan maksiat, ia tidak pernah merasa tenang. Hatinya menangis. Air matanya mengalir. Ia tahu, yang dilakukannya salah. Ia tahu, ini bukan jalan yang diridhoi Allah.

Rasa penyesalan itu bukan pura-pura. Ia benar-benar ingin berhenti. Tapi berat. Dosa itu seperti candu. Datang dari diri sendiri, datang pula dari ajakan orang lain. Setiap kali ia mencoba menjauh, selalu saja ada tangan-tangan yang menariknya kembali ke jalan lama.

Namun, hati yang tulus takkan pernah dibiarkan Allah sendirian. Dalam peluh dan air mata, ia mulai melawan. Perlahan, ia mulai menolak ajakan maksiat. Ia memblokir kontak-kontak lama, menjauh dari lingkungan yang membuatnya rapuh. Ia tak ingin kembali. Ia ingin berubah.

Ketika seseorang menghubunginya dan mengajak kembali ke kegelapan, ia menjawab dengan jujur dan penuh keberanian, “Saya tidak mau lagi. Saya sedang menata hati.” Kalimat sederhana, tapi itulah kemenangan kecil yang tak ternilai.

Ingatkah kita pada Umar bin Khattab? Dahulu ia adalah musuh Islam yang kejam. Namun ketika hidayah menyentuh hatinya, ia berubah total. Ia tak hanya menjadi seorang Muslim, tetapi juga salah satu khalifah terbesar dalam sejarah Islam. Apa yang membuatnya berubah? Sebuah proses, bukan sesuatu yang instan. Allah menyentuh hatinya, dan ia membuka diri untuk berubah.

Begitu pula dengan kita. Taubat adalah proses. Tidak semua orang bisa langsung berhenti dari semua dosa dalam satu malam. Namun selama kita istiqamah, terus bertahan, Allah Maha Melihat dan Maha Menghargai usaha itu.

Seseorang yang bertaubat bukan hanya sedang memperbaiki dirinya, tapi ia sedang menjadi cahaya bagi orang lain. Ia adalah bukti nyata bahwa siapa pun bisa berubah. Ia membawa pesan, bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni Allah. Selama kita hidup, pintu taubat selalu terbuka.

Rasulullah SAW pernah bersabda:

“Allah lebih gembira terhadap taubatnya seorang hamba-Nya daripada seseorang yang kehilangan untanya di padang pasir lalu menemukannya kembali.”

(HR. Muslim)

Itulah kasih sayang Allah. Ia tak melihat siapa kita dulu, tapi siapa kita sekarang dan ke mana arah kita hari ini.

Jika kamu sedang dalam proses taubat, jangan pernah menyerah. Kalau kamu jatuh lagi, bangkitlah lagi. Kalau kamu lemah, mintalah kekuatan kepada Allah. Jangan lihat siapa kamu kemarin, tapi lihat siapa kamu hari ini dan siapa yang ingin kamu jadi esok hari.

Katakan dalam hati: “Aku ingin menjadi hamba Allah yang dicintai-Nya, bukan dibenci-Nya.”

Setiap tetes air matamu, setiap penolakanmu atas maksiat, setiap langkahmu menjauh dari dosa adalah bagian dari jalan menuju surga. Dan Allah tidak pernah menyia-nyiakan langkah hamba yang ingin kembali.

Semoga Allah memudahkan jalan taubatmu, menguatkan hatimu, dan mengganti masa lalu dengan kebaikan yang tak terhingga. Aamiin. (Red)

Bagikan:

Tinggalkan Komentar