KBBAceh.News | Jakarta – Rencana pemerintah untuk mengangkat Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) memicu diskusi panas di kalangan publik dan parlemen. Isu ini mencuat setelah Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, mengeluarkan pernyataan tegas mengenai potensi dampak kebijakan tersebut terhadap keuangan negara dan sistem rekrutmen aparatur sipil negara (ASN).
Pernyataan tersebut disampaikan Rifqi dalam siaran resmi TVR Parlemen, yang kemudian viral di berbagai platform media sosial. Banyak pihak menilai pendapatnya sebagai pengingat penting agar kebijakan pemerintah terkait ASN tetap rasional, berkeadilan, dan berkelanjutan dalam jangka panjang.
Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menegaskan bahwa setiap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan ASN harus mempertimbangkan kondisi fiskal nasional. Menurutnya, jika seluruh tenaga PPPK diangkat menjadi PNS tanpa perhitungan matang, hal itu berpotensi menambah beban keuangan negara secara signifikan.
“Kalau kita menerima semua PPPK menjadi PNS, artinya ada tambahan beban besar bagi keuangan negara,” ujar Rifqi dalam pernyataannya.
Rifqi juga menyoroti dampak jangka panjang dari kebijakan tersebut terhadap kesempatan bagi generasi muda yang baru lulus kuliah. Ia memperkirakan, jika pemerintah fokus mengonversi PPPK menjadi PNS, maka rekrutmen CPNS baru bisa tertunda hingga 5–7 tahun ke depan.
“Anak-anak muda yang baru lulus kuliah bisa kehilangan kesempatan selama beberapa tahun karena sistem ASN kita sedang menyesuaikan,” jelasnya.
Pandangan Rifqi ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Sebagian pihak mendukung langkah tersebut karena dinilai sebagai bentuk keadilan bagi PPPK yang telah lama mengabdi. Namun, tidak sedikit juga yang setuju dengan pandangan DPR bahwa keputusan semacam itu perlu melalui kajian menyeluruh agar tidak membebani anggaran dan menutup peluang generasi baru.
Sumber dari lingkungan BKN menyebutkan bahwa kebijakan ini juga harus selaras dengan target efisiensi belanja pegawai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah berupaya agar keseimbangan antara kebutuhan tenaga kerja ASN dan kemampuan fiskal tetap terjaga.
Sementara itu, para tenaga PPPK berharap pemerintah dapat memberikan kepastian status kerja dan peningkatan kesejahteraan. Mereka berargumen bahwa banyak PPPK yang telah bekerja bertahun-tahun dengan beban tugas sama seperti PNS, namun dengan hak dan jaminan yang lebih terbatas.
Di sisi lain, pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia menilai bahwa rencana pengangkatan PPPK menjadi PNS perlu dilakukan secara bertahap dan selektif. Ia menegaskan bahwa sistem ASN yang sehat seharusnya mengedepankan meritokrasi dan efisiensi, bukan hanya pendekatan politis atau populis.
“Jika dilakukan tanpa perhitungan jangka panjang, kebijakan ini bisa menimbulkan ketidakseimbangan struktural pada sistem kepegawaian negara,” katanya.
Diskursus ini menunjukkan bahwa persoalan ASN bukan hanya tentang status kepegawaian, tetapi juga tentang arah reformasi birokrasi dan manajemen sumber daya manusia di sektor publik. Publik berharap DPR dan pemerintah dapat menemukan solusi terbaik yang adil bagi semua pihak — baik PPPK yang telah mengabdi maupun generasi muda calon ASN.
Isu pengangkatan PPPK menjadi PNS masih terus bergulir dan menjadi perhatian utama publik. Pernyataan DPR menegaskan pentingnya keseimbangan antara keadilan sosial dan keberlanjutan fiskal. Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah bijak dengan memperhitungkan semua aspek agar tidak menimbulkan beban baru bagi keuangan negara, serta tetap membuka ruang bagi rekrutmen ASN dari kalangan fresh graduate. (Sumber, Musianapedia.com)