Jakarta, KBBACEH.news – Terkait penolakan Mahkamah Agung (MA) RI terhadap permohonan judicial review AD/ART Partai Demokrat, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyampaikan keterangan pres, Rabu (10/11/2021).
Dalam menyampaikan keterangan pers ini, AHY mohon maaf tidak bisa hadir secara fisik di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, karena saat ini sedang berada di Rochester, kota kecil di negara bagian Minnesota, Amerika Serikat.
“Keberadaan saya di Rochester ini adalah dalam rangka mendampingi ayah saya, Bapak SBY, yang tengah menjalani pengobatan atas kondisi
kesehatannya,” ucap AHY.
AHY mengatakan, Judicial Review AD ART
Partai Demokrat ini hanyalah akal-akalan Pihak KSP Moeldoko, melalui proxy-proxynya yang dibantu pengacara Yusril Ihza Mahendra. Tujuan akhirnya sangat jelas, melakukan Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat, yang sah
dan diakui oleh Pemerintah.
“Padahal, jika saya analogikan Partai Demokrat ini sebagai aset properti, maka sertifikat
yang sah dan diakui pemerintah hanya satu, yakni yang sekarang saya kantongi dan saya pegang mandatnya hingga 2025,” sebutnya.
Ia menyatakan, tidak pernah KSP Moeldoko mendapatkan sertifikat dari Pemerintah atas kepemilikan properti itu. Jadi tidak ada hak apapun bagi KSP Moeldoko atas Partai Demokrat.
“Sekali lagi saya tegaskan, tidak ada haknya
KSP Moeldoko mengganggu rumah tangga Partai Demokrat. Sejak awal pula, kami telah mencium gelagat pihak KSP Moeldoko yang gemar
“memamerkan” kekuasaannya, dengan jabatannya sebagai Kepala Staf Presiden (KSP),” ungkap AHY.
AHY menyebut, ia mendapat laporan, bahwa setelah beberapa kali di-briefing oleh KSP Moeldoko di kediamannya; para penggugat sangat yakin bahwa faktor kekuasaan akan berhasil memenangkan permainannya, dan gugatannya akan diterima oleh
Mahkamah Agung (MA).
Hasutan dan pamer kekuasaaan seperti ini, tidak hanya mencoreng nama baik Bapak Presiden, selaku atasan langsung beliau, tetapi juga menabrak etika politik, moral serta merendahkan supremasi hukum di Tanah Air. Lebih dari itu, juga melabrak kehormatan dan etika keprajuritan.
“Banyak senior saya di TNI yang memberikan
simpati kepada kami atas ulah dan tindak tanduk perbuatan KSP Moeldoko itu. Dalam perjalanannya, dari empat penggugat ini, ada satu orang yang akhirnya menyadari kekhilafannya, seraya meminta maaf, serta memohon agar diterima kembali sebagai kader Partai Demokrat,” katanya.
Ia juga menyebut, terhadap mantan kader yang menyadari kesalahan dan mau memperbaiki kesalahannya tersebut, tentu akan dimaafkan
dan menerimanya kembali sebagai kader Partai Demokrat.
“Sedangkan untuk tiga orang lainnya, yang tidak mengakui kesalahannya, atau telah
gelap mata dan dibutakan oleh janji-janji KSP Moeldoko, maka tentu saya harus mengambil sikap yang tegas,” ujarnya. (Red).