Tapaktuan, KBBACEH.news – Mantan Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Lhok Tapaktuan, Irhafa Manaf menyatakan dengan tegas kekecewaan terkait kebijakan penundaan tahapan pilkada 2022 mendatang.
“Sepatutnya Pemerintah Pusat wajib menghargai keistimewaan dan kekhususan Aceh yang telah disepakati dalam MoU Helsinki, kemudian di jabarkan dan dituang kedalam wadah Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA),” kata Irhafa Manaf kepada wartawan di Tapaktuan, Minggu (11/4/2021).
Seharusnya, sambungnya, Pemerintah Pusat konsiten terhadap janji – janji dan tidak boleh sedikit demi sedikit terus mengebiri kekhususan Aceh, dengan mengabaikan kekususan Aceh itu sama halnya dengan mengingkar janji.
“Mengingkar janji sama dengan mengusik ketentraman damai , mengusik damai sama dengan merubah moto “Damai itu indah, menjadi tidak indah lagi”. tegasnya.
Oleh sebab itu, ia meminta ketegasan Pemerintah Aceh, dan jangan seperti bencong. Semestinya Pemerintah Aceh lebih serius dalam menjalankan amanat rakyat Aceh.
“Seharusnya Pemerintah Aceh harus berpikir dan merasa yang bahwa UUPA tersebut bukanlah sebuah rangkuman cerita yang ditemukan dalam kerupuk,” cetusnya.
Selain itu, Irhafa Manaf juga menegaskan, bahwa UUPA itu adalah sebuah bukti hasil perjuangan rakyat Aceh, dan sangat banyak darah syuhada masyarakat Aceh mengalir sehingga terlahirnya sebuah pengecualian atau kekhususan terhadap Aceh dengan provinsi lain di Indonesia.
Ia juga meminta ketegasan kepada seluruh para tokoh yang ikut terlibat dan menyaksikan penandatangan MoU di Helsinki.
“Seharusnya kalian bersikap tegas dalam mempertahankan butir-butir MoU Helsinki , jagan setelah penandatanganan MoU dan damai kemudian pengebirian – pengebirian janji yang di lakukan oleh pemerintah pusat kalian hanya diam saja,” tegasnya lagi.
Bahkan, lanjutnya, seolah olah tidak ada kejadian apa-apa, tidak boleh begitu, cukup banyak anak yatim yang korban ayahnya cukup banyak perempuan meninggal suami.
“Cukup banyak nyawa orang Aceh yang jadi korban akibat konflik RI dan GAM, jadi setelah kesepakatan damai terikrar maka setiap kaitan kekhsusan daerah Aceh, masyarakat dan bumi Aceh itu wajib kalian perjuangkan,” ungkapnya.
Pada bagian lain, Irhafa Manaf berharap kepada Gubernur Aceh “jangan banyak tidur” jika tidak mampu bekerja untuk marwah Aceh, masyarakat dan bumi mulia Aceh ini. Maka bungkus barang, taruh jabatan tersebut dan serahkan kepada orang yang mampu berjuang untuk harkat dan martabat bangsa Aceh.
“Seharusnya jika pemeritah pusat mengabaikan amanat UUPA, maka kenapa kalian harus patuh terhadap amanat Undang-undang nomor 10 Tahun 2016? Yang pelaksaan pilkada harus dilangsungkan pada 2024?,” sebutnya, seraya bertanya.
Ia menambahkan, jika pemerintah pusat mengundur waktu Pilkada karena beralasan Covid-19, tetapi kenapa pada Pilkada serentak 2020 lalu diselenggarakan di tengah maraknya wabah Covid-19.
“Maka jikalau pilkada di tunda karena Pemerintah Aceh “teungeut, alasan hana peeng” maka wajeb kami pertanyakan, ho ditajo peeng rakyat dan hase bumo Aceh? Jangan karena ulah kelalean Pemerintah Aceh sehingga lupa mengalokasikan anggaran Pilkada Aceh tahun 2022,” pungkasnya. (IS/Red).