Tapaktuan,KBBAceh.news – Pria berkulit sawo matang, berkumis, dengan ukuran fisik yang tidak terlalu besar, berasal dari pesisir Pantai Barat Selatan tepatnya di Kabupaten Aceh Barat namun saat ini menetap di Lhoong, Aceh besar, Ia merupakan Putra dari Alm. Sarwani Sabi atau yang akrab disapa kakek Carwani yang merupakan Pawang Harimau ternama di Provinsi Aceh.
Pagi itu, sesudah sarapan ia harus berpamitan kepada ibunya untuk pergi ketengah hutan bersama sang ayah dalam memenuhi panggilan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh untuk mengusir dan menangkap harimau.
Saat berpamitan terdengar suara ibu yang menasehati dari balik ruang makan, “jangan membuat onar katika ditengah hutan nak, kita sebagai pendatang dan wajib mengikuti syarat ataupun ketentuan dihutan,” Ujar sang bunda menasehati Jauhari.
Di usia yang masih remaja tentu membuatnya sangat antusias ketika harus berhadapan dengan berbagai ancaman saat berada ditengah hutan, salah satunya binatang buas, hanya bermodalkan keberanian, ia mengikuti sang ayah untuk mengusir si raja hutan.
Dia memiliki keberanian yang tangguh, berbeda dengan 13 saudaranya yang lain, dimana saat ia harus berhadapan dengan si raja hutan ketika masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang mana saat itu masih berusia 15 tahun.
Menurut keterangan dari Jauhari, ia pernah berkelahi dengan seekor Harimau di tengah hutan, “dulu ketika saya masih remaja saya pernah berkelahi dengan Harimau dikawasan hutan,” Katanya.
Teruskan Bakat Sang Ayah Sebagai Pawang
Lebih kurang sekitar 15 menit Jauhari berbincang lewat telepon genggamnya, percakapan keduanya terlihat begitu tegang, pihak BKSDA Aceh memintanya untuk melakukan pengusiran atau penangkapan terhadap si Raja Hutan dikawasan hutan simpali Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan.
Jauhari merupakan karyawan Honorer di BKSDA Aceh, Ia menggantikan Ayahnya sebagai Pawang Harimau, namun ia sudah 10 tahun lebih kurang mendampingi ayahnya, di wilayah kerja meliputi 23 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Aceh.
Setelah menerima informasi dari pihak BKSDA Aceh, Jauhari bersama TIM langsung berangkat menuju ke lokasi kejadian, untuk melakukan pengusiran dan penangkapan dengan berbekal peralatan yang sudah disediakan.
Memakan waktu sekitar delapan Jam Perjalanan dari Lhoong, Aceh Besar menuju Aceh Selatan, Jauhari bersama TIM BKSDA Aceh langsung menuju ke hutan kawasan simpali tempat dimana si raja hutan masih berkeliaran, sekitar pukul 18.00 WIB (1/2/2023) perangkap telah siap terpasang dan diawasi oleh kamera pemantau.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, perangkap pawang harimau perangkap Jauhari membuahkan hasil, hanya berselang tiga hari, tepatnya sekitar pukul 04.00 WIB, Sabtu (4/2/2023) melalui kamera pemantau Tim BKSDA Aceh melihat Si Belang sudah berhasil masuk kedalam kandang jeratan.
Nyaman Walau di Tengah Hutan
Hutan baginya bukanlah hal yang baru, ia sudah sangat paham dengan lingkungan yang ada, selain berprofesi sebagai tenaga honorer, pawang harimau di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Jauhari merupakan seorang petani yang sering melintasi hutan untuk mencari nafkah.
“Saya sangat nyaman kalau berada di hutan, apalagi saat bertani dan mencari madu, hal itu saya lakukan sejak dari dulu untuk memenuhi kebutuhan hidup,” Ujar Jauhari di kantor TNGL Tapaktuan.
Jauhari memang banyak menghabiskan waktu nya ditengah hutan ketimbang dikampung, baginya Hutan merupakan tempat yang amat sangat nyaman, ketenangan saat berada di alam terbuka sangat menyenangkan, meski hanya sebagai petani asalkan halal dan bisa menghasilkan pundi-pundi untuk mencukupi kebutuhan pasti ia lakukan, walaupun harus berpergian ketengah hutan dalam waktu yang lama.
“Ketika saya berada dihutan dan menemukan ada jejak harimau maka saya wajib untuk mengikuti jejak tersebut hingga saya menemukannya dan memastikan dia dalam keadaan baik-baik saja,” Ujar Jauhari.
Ia sangat suka dan sayang kepada binatang, apapun itu baik yang jinak hingga yang buas sekalipun, baginya binatang juga makhluk ciptaan tuhan, hanya saja tidak memiliki akal.
Hal itu dilakukan sejak ia masih mengikuti ayahnya untuk mengusir dan menangkap Harimau di beberapa kawasan hutan yang ada di Provinsi Aceh.
Konflik Satwa dengan Manusia
Alam yang merupakan hutan tempat bagi manusia mencari nafkah, juga digunakan Satwa untuk bertahan hidup, Mulai dari yang jinak hingga yang buas, seperti harimau dan gajah.
Dalam hidup berdampingan antara manusia dengan satwa yang dilindungi tentu bisa mengakibatkan konflik, sebab dan akibat selalu menjadi dasar utama bagi keduanya.
Area bermain bagi satwa yang dilindungi baik itu harimau maupun gajah sekarang sudah banyak digunakan menjadi lahan pertanian dan perkebunan, hal itu bisa dilihat dari banyaknya harimau atau gajah yang turun ke permukiman warga dalam beberapa tahun terakhir.
Terhitung sejak 10 tahun terakhir khususnya di Provinsi Aceh kerap terjadi konflik antara satwa yang dilindungi dengan manusia, Sebab kawasan satwa dengan Manusia tidak lagi berbatas.
Hutan simpali yang berada di Desa Koto, Kecamatan Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan kembali menjadi saksi keganasan Harimau Sumatera (panthera tigris sumatrae) dengan Manusia, ada dua kali konflik yang terjadi hanya hitungan hari pada januari 2023, yang mana insiden tersebut menyebabkan Empat orang korban, dua diantaranya mengalami luka berat, dan dua lagi hanya luka ringgan.
Serangan pertama Tim Rangger Forum Konservasi Leuser (FKL) yang sedang berpatroli di Kawasan Hutan Simpali, pada sabtu, (28/1/2023) diserang Harimau Sumatera hingga menyebabkan dua korban, satu diantaranya luka berat satu lagi luka ringan.
Tidak sampai disitu, (1/2/2023) Ayah dan Anak yang sedang mencari nafkah kawasan hutan simpali kembali jadi sasaran bagi si Raja hutan tersebut.
Hal tersebut membuat Perkelahian dahsyat antara ayah dan anak dengan harimau sumatera yang mengakibatkan kepala sang ayah mengalami luka berat akibat cengkraman si raja hutan, hingga kaki anak mengalami luka parah dalam kejadian tersebut.
Sementara itu, dalam perkelahian tersebut harimau betina yang berusia kurang lebih tiga atau empat tahun, harus menanggung akibat perlawanan yang dilakukan oleh ayah dan anak itu.
Hanya untuk membela diri dari serangan si raja hutan itu, sang anak mengayunkan parang hingga mengenai pipi sebelah kanan dan kepala bagian kiri tepat di atas alis harimau sumatera tersebut, yang membuatnya harus lari untuk menyelamatkan diri.
Keresahan masyarakat terus bertambah akibat dua kali konflik yang terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan, hanya hitungan hari, ada Empat korban dikawasan hutan simpali, hingga menyebabkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh harus mengambil sikap untuk keselamatan Manusia dan Satwa yang dilindungi.(*)