Tapaktuan, KBBAceh.news – Andaikan Rohingya adalah kita tentu terasa miris hati kita untuk membicarakannya, seakan-akan Rohingya bukanlah manusia tapi Rohingya adalah wabah yang di singkirkan keberadaannya
Sudah dapatkah kita sebagai manusia mengatakan diri kita manusia bila kita tidak dapat memanusiakan manusia, tentu pertanyaan ini hanya untuk sekedar di jadikan bahan renungan saja, meskipun di dalam nilai perikemanusiaan dan hukum kemanusiaan kita di ajarkan bahwa memanusiakan manusia adalah kewajiban bagi setiap manusia atas manusia lainya dengan perlakuan nyata bukan sekedar rangkaian ucapan kata-kata belaka
Banyak faktor penolakan Rohingya dimana-mana yang di jadikan dalih sebagai alasan pembenaran tentang keberadaan Rohingya
Demikian juga dengan keberadaan Imigran Rohingya di Aceh Selatan, dari Labuhan haji (kota Tauhid dan Tasawuf) di tempat lokasi penampungan sementara awal keberadaannya disebabkan karena telah melampaui batas waktu yang telah disepakati maka mereka dengan di prakarsai masyarakat labuhan haji di angkut ke lokasi alun-alun di seberang jalan negara di depan kantor bupati kabupaten Aceh Selatan
Setelahnya dalam hitungan jam mereka para Rohingya dengan di prakarsai masyarakat Gampong hilir maka para Rohingya di diangkut kembali dengan truk colt diesel ke ibu kota provinsi Aceh, selanjudnya kita tidak mengetahui kemana lagi manusia Rohingya akan dibawa pergi, mungkin saja mereka para Rohingya ini akan di kembalikan lagi kelaut lepas
Dilema dan simalakama memang nasib keberadaan Rohingya pada saat ini, meskipun sesungguhnya di dalam hukum nasional dan hukum internasional bahwa manusia tetaplah manusia yang mesti di perlakukan sebagai manusia
Apa lagi bila kita melihat manusia dengan kacamata hukum agama terutama agama kita islam di negeri Syariah secara Kaffah bahwa ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits itu menyatakan “Sesungguhnya sesama Islam itu adalah bersaudara maka tolong menolong dalam Islam itu adalah sifat seorang mukmin” (QS At-Taubah : 71)
Penulis : T. Sukandi