By. Dr. Khairuddin MA
Beberapa hari kedepan Hari itu datang lagi. Hari dimana gema takbir menembus langit dan hati yang berdebu oleh dunia mendadak diam. Hari ketika kita mengenang sebuah pengorbanan besar yang tak akan pernah usang oleh zaman, Nabi Ibrahim yang siap menyembelih anaknya, dan Ismail yang siap disembelih tanpa ragu.
Dan ketika saat nanti kita berdiri di masjid atau lapangan, menyaksikan kambing dan sapi rebah, disembelih satu per satu atas nama Allah. Darah mengalir, bulu-bulu beterbangan, dan orang-orang tersenyum sambil membagikan dagingnya.
Tapi di tengah kemeriahan itu, terselip tanya yang menusuk:
Bagaimana jika tahun ini aku belum mampu berqurban? Bukan karena malas, tapi memang karena keuangan belum berpihak.
Maka hati berkata, “Jika kali ini kau belum bisa menyembelih kambing, maka sembelihlah sifat-sifat kebinatangan dalam dirimu.”
Karena sesungguhnya, qurban yang paling pertama bukanlah yang ditusukkan ke leher hewan, tapi yang ditusukkan ke nafsu yang menguasai hati.
Bukankah dalam diri kita juga ada sifat serigala yang rakus?
Ada sifat ular yang licik?
Ada sifat anjing yang hanya setia pada dunia?
Ada sifat buaya yang bermuka dua?
Dan kadang, ada sifat babi yang tak tahu malu?
Hari ini, jika kita tidak punya hewan qurban untuk disembelih, kita tetap bisa mempersembahkan sesuatu kepada Allah:
Kita bisa menyembelih amarah,
Kita bisa menyembelih dengki,
Kita bisa menyembelih riya dan cinta pujian,
Kita bisa menyembelih kesombongan,
Kita bisa menyembelih nafsu yang selalu haus dunia.
Itulah qurban sejati. Qurban yang disaksikan langsung oleh malaikat di langit dan terasa getarannya di bumi.
Saudaraku….
Idul Adha bukan hanya tentang daging. Ia tentang ketaatan, tentang kesanggupan menundukkan ego, tentang logika cinta yang melampaui nalar dunia. Ia adalah ujian kecil, bisakah kita memberi, bukan hanya mengambil? Bisakah kita tunduk, bukan hanya menuntut?
Jangan kecil hati bila tak ada kambing di halaman rumahmu hari ini. Karena bisa jadi, nilai qurbanmu lebih tinggi, jika hari ini kau benar-benar tulus menangisi dosa, menundukkan kepala di hadapan-Nya, dan menyembelih semua tabiat buruk dalam dirimu.
Karena qurban sejati, bukan tentang apa yang dipotong di luar, tetapi apa yang dipatahkan di dalam. (Red)