Bongkahan Kayu yang Menumbuhkan Doa

Bongkahan Kayu yang Menumbuhkan Doa
Dr. Khairuddin, S.Ag,. MA  Akurat Mengabarkan
Penulis
|
Editor
Bagikan:
By Dr. Khairuddin, S. Ag., MA
KBBAceh.News | Tapaktuan – Di sebuah sore yang teduh, seorang sufi berjalan menyusuri jalan setapak yang jarang dilalui orang. Langkahnya perlahan, seakan ia tak terburu oleh waktu. Ia telah lama melepaskan urusan dunia; harta, jabatan, dan hiruk pikuk pasar tak lagi menggoda hatinya. Satu-satunya yang masih ia kejar hanyalah kedekatan dengan Allah.
Ia berjalan sambil menatap langit biru, merasakan desiran angin, dan mendengar nyanyian burung yang berlarian di cabang-cabang pohon. Setiap langkahnya disertai zikir. Di dadanya, ada rasa syukur yang tak pernah habis.
Ketika lelah mulai merayap, ia berhenti di bawah sebuah pohon kayu yang kurus dan kurang rindang. Pohon itu bukanlah tempat berteduh yang ideal, tapi ia memilih duduk di bawahnya. Dari sana, ia memandang tanah kering dan lapisan debu yang menutupi batu-batu kecil di sekitarnya.
Tiba-tiba, dari hatinya mengalir sebuah doa:
“Ya Allah… tumbuhkanlah di sini tanaman hijau. Hiasilah tempat ini dengan bunga, dan kirimkan kupu-kupu yang indah, agar siapa pun yang lewat mengingat-Mu lewat ciptaan-Mu.”
Ia tersenyum. Baginya, doa itu bukan sekadar permintaan—tetapi ungkapan rindu pada keindahan ciptaan Allah.
Namun, orang-orang yang lewat mulai memperhatikannya. Ada yang mengangkat alis, ada yang berbisik, dan tak sedikit yang menganggapnya gila. “Apa yang ia harapkan di tanah gersang seperti ini?” pikir mereka.
Di antara mereka, seorang pemuda melemparkan bongkahan kayu kering ke arah sang sufi. Bongkahan itu jatuh di dekat kakinya. Sang sufi mengambilnya, menatapnya sejenak, lalu menengadah ke langit sambil berkata lirih:
“Ya Allah… Engkau memang sedang mengabulkan doa orang lain. Aku memohon tanaman hijau dan kupu-kupu, tapi Engkau memberiku bongkahan kayu. Mungkin inilah jalan yang Kau pilihkan untukku.”
Alih-alih membuangnya, ia membawa bongkahan itu pulang. Di halaman rumahnya, ia menancapkannya di tanah dan mulai merawatnya. Setiap hari ia menyiramnya, meski banyak yang menertawakan. “Batu pun tak akan tumbuh, apalagi kayu kering!” sindir mereka.
Hari demi hari berlalu. Minggu berganti bulan. Tanpa disangka, bongkahan itu mulai menunjukkan tanda kehidupan. Dari celahnya, muncul tunas hijau. Rupanya itu adalah batang kaktus yang selama ini “tertidur” menunggu sentuhan sabar.
Kaktus itu tumbuh, batangnya segar, dan pada suatu musim, ia mekar. Bunganya besar, indah, dan wangi. Harum itu mengundang kupu-kupu berdatangan, beterbangan di halaman sang sufi, tepat seperti yang ia doakan.
Dengan senyum penuh syukur, sang sufi berkata kepada murid-muridnya:
> “Doa terkabul bukan selalu berarti hasilnya datang segera. Kadang, Allah memberi kita sesuatu yang tampak tak berguna, tapi sebenarnya itulah pintu menuju apa yang kita minta. Kita ingin bunga, Dia memberi kaktus. Kita ingin kupu-kupu, Dia memberi bongkahan kayu. Kita ingin kemudahan, Dia memberi proses. Dan hanya yang sabar yang akan melihat rahmat itu tumbuh.”
Dari kisah diatas dapat di ambil pelajaran bahwa
Tawakal bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan menerima pemberian Allah dan mengelolanya dengan ikhtiar terbaik.
Kesabaran adalah jembatan antara doa dan kenyataan.
Allah kadang menjawab doa kita bukan dengan hasil, melainkan dengan proses yang membentuk kita agar layak menerima hasil tersebut.
Di dunia modern, kita sering meminta pada Allah “tanaman hijau dan kupu-kupu” versi kita adalah Karier yang cemerlang, Bisnis yang cepat untung, Hubungan yang harmonis dan Hidup yang tenang tanpa masalah.
Namun, yang kita terima kadang justru “bongkahan kayu” adalah Proyek yang tertunda, Pekerjaan yang penuh tekanan, Kritik yang menyakitkan dan Kegagalan yang membuat malu.
Dalam logika dunia yang serba cepat, itu tampak seperti kegagalan atau keterlambatan. Kita hidup di era “instan”: pesan instan, belanja instan, bahkan popularitas instan. Kita terbiasa melihat hasil tanpa ingin menjalani proses. Maka, saat “bongkahan kayu” itu datang, banyak orang langsung membuangnya—padahal di dalamnya mungkin tersimpan tunas kehidupan yang sedang menunggu kesabaran kita.
Banyak orang menyerah di tengah jalan karena tidak mengenali bahwa “bongkahan kayu” dalam hidup mereka sebenarnya adalah awal dari bunga yang mereka harapkan. (Red)
Bagikan:

Tinggalkan Komentar

error: Jangan Suka Copy Punya Orang, Jadilah Manusia Yang Kreatif!!