KBBAceh.News | Banda Aceh – Ada masa ketika kejujuran dianggap ancaman, dan kelurusan dianggap bentuk pemberontakan. Padahal yang kita lakukan hanyalah berjalan di jalan yang lurus—jalan yang dulu semua orang akui sebagai benar, namun kini tampak seperti garis tajam yang menyinggung banyak hati yang bengkok.
Sungguh, aneh sekali zaman ini. Ketika engkau tak mau ikut arus kotor, engkau justru disebut tidak kompak. Ketika engkau menolak permainan busuk, engkau dituduh sombong dan merasa paling suci. Padahal engkau hanya ingin menjaga tanganmu tetap bersih, suaramu tetap jernih, dan hatimu tetap bisa berdoa tanpa beban rasa bersalah.
Ada kalimat lama yang masih relevan hari ini: “Kebenaran sering kali tidak populer.” Dan benar adanya. Karena dunia lebih menyukai topeng ketimbang wajah asli, lebih senang basa-basi ketimbang nurani. Di ruang rapat, yang jujur dipojokkan; di meja kekuasaan, yang lurus disindir; di tempat kerja, yang setia aturan dianggap penghambat langkah.
Namun jangan gentar. Burung tetap terbang meski langit sedang kelabu. Sungai tetap mengalir meski bebatuan menghalangi. Maka biarlah engkau tetap menjadi dirimu—bersih, tegak, dan tenang. Karena hidup bukan tentang disukai semua orang, tetapi tentang tidak menodai nurani sendiri.
Jika hidup lurus dianggap serangan, berarti dunia sedang demam kotor. Tapi jangan ikut sakit. Jadilah sejuk di tengah panas, jernih di antara keruh, dan tulus di antara yang pura-pura.
Ingatlah: orang yang menegakkan kebenaran bukan sedang menyerang siapa pun—ia hanya sedang meluruskan arah agar kapal tidak karam. Dan meski badai akan datang, orang yang berpegang pada prinsip takkan mudah tenggelam.
Karena pada akhirnya, ketika semua tepuk tangan berhenti, dan lampu-lampu padam, yang tersisa hanyalah satu hal: apakah kita masih bisa memandang cermin tanpa takut menatap diri sendiri. (By Dr. Khairuddin, S.Ag,. MA)