Tidak dicari, Tapi didapatkan

Tidak dicari, Tapi didapatkan
Dr. Khairuddin, S.Ag,. MA  Akurat Mengabarkan
Penulis
|
Editor
Bagikan:
KBBAceh.News | Banda Aceh – Tulisan ini sengaja saya tulis bermula dari obrolan dengan seorang sopir taksi, tetapi justru jawabannya meninggalkan jejak yang tidak main-main.
Awalnya saya hanya ingin bercanda.
Perjalanan di Jakarta lumayan panjang, jadi saya buka obrolan sekadar mengusir sepi.
Pertanyaan sederhananya “Mas, biasanya istirahat sampai jam berapa?” tanya saya sambil sok akrab. Dia tertawa kecil, lalu menjawab dengan santai seperti orang yang sudah berdamai dengan nasib, “Secukupnya saja, Pak… kadang sampai jam sebelas malam.”
Saya ikut tertawa, bukan karena lucu, tapi karena bingung mau bilang apa.
Tapi di tengah tawa itu, tiba-tiba dia melontarkan kalimat yang membuat tawa saya berhenti setengah jalan: “Jangan terlalu capek, Pak… ntar nggak bisa menikmatinya.”
Nah, dari sinilah candaan itu berubah menjadi renungan.
Saya kira dia hanya bercanda kembali.
Ternyata tidak. Kalimat itu lebih serius dari suara klakson TransJakarta yang lewat dari belakang.
Kata-katanya sederhana, tapi seperti mengandung “rem tangan” yang langsung menarik laju pikiran saya.
Saya sadar, sering kali kita ini terlalu sibuk mengejar—sampai lupa bahwa yang kita kejar sebenarnya ingin kita nikmati.
Lucunya, nasihat itu datang dari seseorang yang justru bekerja lebih lama daripada kita yang mendengarnya.
Kadang Allah memang punya selera humor:
yang lelah justru yang menasihati kita agar jangan terlalu lelah.
Hidup ini, kata si sopir, mirip argo taksi.
Kalau kita tidak tahu kapan harus berhenti,
akhirnya yang mahal bukan ongkosnya…
tapi capeknya.
Dan benar juga—kita sering bangga dengan kalimat “saya sibuk”, seakan sibuk itu gelar kehormatan. Padahal kalau sibuknya membuat kita tidak menikmati hidup,
itu bukan prestasi, itu kelalaian.
Dari candaan ringan di bangku belakang taksi, saya belajar sesuatu:
Kerja keras itu baik, tapi hidup juga perlu diistirahatkan.
Mengejar itu perlu, tapi yang kita kejar harus bisa kita nikmati.
Rezeki penting, tapi tubuh adalah modal utama yang tidak bisa dicicil.
Kadang, nasihat terbaik justru datang dari orang yang tidak kita kenal, di tempat yang tidak kita rencanakan, dengan bahasa yang paling sederhana.
Akhirnya saya mengerti…
Tulisan ini memang awalnya mau saya jadikan bercanda, tapi jawabannya terlalu jujur untuk saya biarkan lewat begitu saja.
Karena benar kata sopir itu— kalau terlalu capek, jangan-jangan kita tidak sempat menikmati apa pun yang sudah kita perjuangkan.
Dan lucunya…
saya baru sadar kebenaran itu bukan dari seminar, bukan dari buku, tapi dari seseorang yang saya temui secara kebetulan, di kursi depan sebuah taksi yang berjalan pelan di tengah macet Jakarta.
Jejak itu kecil, tapi cukup untuk membuat saya berhenti sejenak —dan menertawakan diri sendiri. (By Dr. Khairuddin, S. Ag. MA)
Bagikan:

Tinggalkan Komentar

error: Jangan Suka Copy Punya Orang, Jadilah Manusia Yang Kreatif!!