KBBAceh.News | Tapaktuan -Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu daerah yang terdampak oleh bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi belakangan ini. Situasi darurat bahkan telah ditetapkan langsung oleh Bupati Aceh Selatan melalui Status Tanggap Darurat Penanganan Bencana.
Namun, di tengah kondisi yang belum pulih dan ketika masyarakat masih sangat membutuhkan kehadiran serta kepemimpinan yang sigap, Bupati Aceh Selatan justru memilih meninggalkan “pekerjaan rumahnya” demi bepergian ke Tanah Arab. Kepergian ini memunculkan kekecewaan bagi sebagian masyarakat yang berharap pemimpin daerah tetap berada di garda terdepan saat mereka sedang berjuang menghadapi masa-masa sulit.
Kepemimpinan bukan hanya soal jabatan, tetapi komitmen. Dalam konteks bencana, komitmen itu diuji secara nyata: apakah seorang pemimpin tetap berada di sisi rakyat atau justru pergi ketika keadaan belum stabil?
Habibul Adzkia sekalu Mahasiswa Aceh Selatan berpendapat, dalam suasana yang penuh keprihatinan ini, masyarakat wajar menuntut seorang bupati untuk menyelesaikan tanggung jawabnya secara menyeluruh, bukan malah meninggalkan daerah ketika warganya masih membutuhkan bantuan.
“Pertanyaan pun mucul: apakah surat pernyataan ketidaksanggupan dalam penanganan banjir yang sebelumnya dibuat sebenarnya memiliki tujuan lain? Apakah itu menjadi jalan pembuka untuk meninggalkan daerah di saat warganya sedang memerlukan kepemimpinan yang sigap dan hadir secara langsung.”Ujarnya”
Bagaimana mungkin seorang bupati meninggalkan tugas strategis di tengah masa tanggap darurat? Jika alasan religius, pribadi, atau administratif, apakah itu sebanding dengan risiko yang sedang dihadapi warganya?.
Seorang pemimpin dapat berjanji apa saja, tetapi dalam situasi darurat seperti ini, ukuran sesungguhnya hanya satu: hadir atau absen!!! sekarang publik bisa menilai dan mendapatkan jawabannya sendiri.”Tutup nya”