KBBAceh.News Tapaktuan – Rumah tangga itu seperti perahu di tengah lautan. Kalau anginnya kencang, gelombangnya tinggi, perahu bisa goyah. Tapi kalau suami-istri saling berpegangan erat, perahu tetap sampai ke tujuan.
Ketika ungkapan diatas ditulis, tiba tiba saya teringat dengan kisah dimasa Umar bin Khattab. Suatu hari seorang suami datang mengadu: “Istriku cerewet, sering membantahku.” Umar tersenyum dan menjawab: “Istriku juga begitu.” Laki-laki itu kaget: “Lalu apa yang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?” Umar berkata:
“Ia memasakkan untukku, mencuci pakaianku, melahirkan anak-anakku. Maka aku menahan diriku dari keburukan lidahku. Itu pengorbanan kecilku untuknya.”
Jawaban Umar bin Khatab kepada laki laki tersebut itulah bangunan Bahagia dalam keluarga sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Ar-Rūm ayat 21: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Ayat ini menegaskan bahwa pernikahan bukan sekadar kontrak sosial, bukan sekadar sarana biologis, tapi tanda kebesaran Allah. Kata kuncinya adalah tiga: sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta), rahmah (kasih sayang).
Sakinah: ketenteraman jiwa, rumah tangga jadi tempat pulang, bukan tempat lari.
Mawaddah: cinta yang bergelora, semangat menjaga pasangan, bukan sekadar rasa nyaman.
Rahmah: kasih sayang yang lembut, bertahan bahkan ketika cinta sudah mulai redup.
Seolah Allah ingin berkata: “Rumah tangga itu harus punya api cinta, teduhnya kasih, dan sejuknya ketenangan.”
Dalam Tafsir Ibnu Katsir: mawaddah diartikan sebagai rasa cinta, rahmah adalah kasih sayang, dan sakinah adalah ketenteraman yang Allah letakkan di hati suami istri.
Lain lagi tafsir Al-Maraghi bahwa ketiganya tidak bisa dipisahkan, karena cinta tanpa rahmah bisa jadi nafsu, rahmah tanpa cinta bisa jadi sekadar belas kasihan, dan sakinah tanpa keduanya bisa jadi sekadar rutinitas kering.
Sedang Quraish Shihab dalam tafsir Al Misbah menyatakan sakinah bukan berarti bebas masalah, tapi kemampuan menghadapi masalah dengan tenang bersama pasangan.
Sering kali, orang menikah hanya mengejar mawaddah (cinta). Saat cinta mulai pudar, mereka bilang: “Aku sudah nggak cocok lagi, nggak ada chemistry.” Padahal, cinta memang bisa naik turun. Yang membuat pernikahan tetap utuh bukan hanya cinta, tapi rahmah dan sakinah.
Di zaman media sosial, banyak pasangan lebih sibuk memamerkan “kemesraan” di feed Instagram daripada membangun ketulusan di ruang makan rumahnya. Ada yang terlihat harmonis di story, tapi dingin ketika offline.
Pertanyaannya Apakah rumah tangga kita sudah jadi taman sakinah, atau sekadar panggung pencitraan?
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Rumah tangga ideal adalah rumah tangga yang dibangun di atas sakinah, mawaddah, dan rahmah. Bukan rumah tangga tanpa masalah, tapi rumah tangga yang mampu menjadikan masalah sebagai sarana memperkuat cinta dan kasih sayang.
(By Dr. Khairuddin, S.Ag,. MA)